3/21/2018

Apakah Itu Sastra?

Selamat malam sobat Bahasa dan Sastra Indonesia...
Semoga dalam keadaan sehat dan semangat...

Pada Kesempatan kali ini saya akan membuat tulisan berkenaan dengan Sastra...
Langsung saja, tanapa panjang lebar...

Sastra, Pengertian Sastra

Ilmu sastra menunjukkan keistimewaan, juga keanehan yang mungkin tidak dapat kita lihat pada banyak cabang ilmu pengetahuan yang lain. Karean obyek utama penelitiannya tidak tentu, malahan tidak karuan. Sampai sekarang pun belum ada seorang pun yang berhasil memberi jawaban yang jelas atas pertanyaan pertama dan paling hakiki, yang mau tak mau harus diajukan oleh ilmu sastra: apakah itu Sastra?

Tentu sudah cukup banyak usaha yang dilakukan sepanjang masa untuk memberi batasan yang tegas atas pertanyaan itu, dari berbagai pihak dan dengan pendekatan yang berbeda-beda. Akan tetapi batasan mana pun yang pernah diberikan oleh ilmuwan ternyata diserang, ditentang, disangsikan, atau terbukti tak sampai, karena hanya menentukan satu atau beberapa aspek saja, atau ternyata hanya berlaku untuk sastra tertentu saja. Atau yang sebalikya yang terjadi, adakalanya batasan ternyata terlalu luas dan longgar, sehingga melingkupi banyak hal yang jelas bukan sastra. Contohnya secara intuisi kita semua sedikit banyaknya mengetahui akan gejala apakah yang hendak disebut sastra, tetapi begitu kita coba membatasinya, gejala itu hilang lagi dari tangkapan kita.

Dalam tulisan ini sebagai permulaan akan dibicarakan apa permasalahannya, khususnya berdasarkan pendekatan yang dari dahulu seringkali dipakai dan yang sampai sekarang belum hilang sama sekali, yaitu pendekatan yang menyamakan sastra dengan bahan tulisan.

Sering kali secara umum dapat dikatakan bahwa definisi sebuah gejala dapat kita dekati dari namanya. Definisi semacam itu biasanya tidak sempuma, harus diperhalus atau diperketat kalau gejala tersebut mau dibicarakan secara ilmiah. Meskipun begitu manfaat tinjauan dari segi pemakaian bahasa sehari-hari sebagai titik tolak sering kali cukup baik. Dalam bahasa-bahasa Barat gejala yang ingin kita berikan dan batasi disebut literature (Inggris), Literatur (Jerman), litterature (Perancis), semuanya bersal dari bahasa latin litteratura.

Kata litteratura sebelumnya diciptakan sebagai terjemahan dari kata Yunani grammatika; litteratura dan grammatlka masing-masing berdasarkan kata littera dan gramma yang berarti huruf (tulisan, letter). Menurut asalnya litteratura dipakai untuk tata bahasa dan puisi. Seorang litteratus adalah orang yang tahu tata bahasa dan puisi. Dalam bahasa Perancis masih dipakai kata lettre, dan Belanda geletterd yang artinya orang yang berperadaban dengan kemahiran khusus dibidang sastra. Literature dan seterusnya, berarti dalarm bahasa Barat modern adalah segala sesuatu yang tertulis atau pemakaian bahasa dalam bentuk tertulis.

Dalam bahasa Jerman, yang selalu sangat aktif mencari kata Jerman asli untuk konsep asing, dipakai dua kata Jerman asli, yaitu Schriffum, yang meliputi segala sesuatu yang tertulis, sedangkan Dichtung biasanya terbatas pada tulisan yang tidak langsung berkaitan dengan kenyataan, jadi yang bersifat rekaan, dan secara implisit atau pun eksplisit dianggap mempunyai estetik.

Untuk yang terakhir dalam bahasa Belanda dipakai letterkunde, terjemahan harfiah dari litteratura. Di samping letterkunde dalam bahasa Belanda ada juga literatuur, kata dan pengertian antara lain juga meliputi kepustakaan, acuan pada makalah atau buku ilmiah, sama dengan Literatur Jerman; dalam bahasa Perancis adakalanya dipakai belles-lettres juga dipakai dalam bahasa inggris, sebagai kata pinjaman; demikian pula dalam bahasa Belanda bellettrie, dalam bentuk yang disesuaikan.

Sebagai bahan perbandingan, kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansakerta; akar dari kata hs-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi. Dan akhiran -tra biasanya menunjukkan alat, sarana. Maka dari itu sastra dapat berarti Jalan untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran ; misalnya silpasastra (buku arsitektur), kamasastra (buku petunjuk mengenai seni cinta). Awalan su- berarti baik atau indah, sehingga susastra dapat dibandingkan dengan belles-lettres. Kata susastra tampaknya tidak terdapat dalam bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno, jadi susastra adalah ciptaan Jawa dan atau Melayu yang kemudian timbul.

Sebuah kata lain yang diambil dari bahasa Sansekerta adalah kata pustaka, yang berarti buku dalam arti yang luas. Arti ini juga biasa dalam bahasa Jawa Kuno dan Jawa Baru, namun dalam Melayu klasik pustaka atau pestaka menjadi semacam buku pegangan, buku atau naskah ilmu sihir, mantra dan sebagainya (bandingkan pula dengan kata Batak pustaha, dengan arti yang sama). Tetapi kemudian dalam bahasa indonesia pustaka digunakan lagi dengan kata buku misalnya dalam nama Balai Pustak; kemudian antara sastra dan pustaka (kepustakaan) berkembanglah pembedaan pengertian yang sama seperti dalam bahasa Belanda leterkunde (sastra indah) dan literatuur (bacan ilmiah; sudah tentu litearuur Belanda masih tetap melingkupi sastra, misalnya Literatuur- geschiedenis sama dengan sejarah sastra).

Dalam bahasa Cina perkembangan semantik agak kompleks: kata yang dekat dengan sastra, literature, adalah kata wen, yang menurut asalnya beratti ikatan atau tenunan, kemudian pola, susunan, atau struktur . Dan dari situ berkembang arti yang agak dekat. dengan sastra (bandingkan juga kata text yang etimologinya juga berkaitan dengan kata textile, dalam bahasa Latin: tenunan, pola dan lain-lain).

Tampaknya didalam bahasa Arab tidak ada sebuah kata yang artinya bertepatan dengan sastra. Kata yang paling dekat barangkali adab. Dalam arti sempit adab berarti belles-lettres atau susastra, tetapi sekaligus pula berarti kebudayaan, sivilisasi, atau dengan kata Arab lain tamaddun. Disamping itu ada berbagai kata yang menunjukkan bentuk sastra tertentu, seperti kasidah, dan sudah tentu kata syi'r yang berarti puisi, Melayu syair. Tetapi sastra sebagai konsep yang khas tidak diberi istilah yang umum dalam kebudayaan Arab, hal itu pasti berkaitan dengan pendirian orang Arab mengenai sastra.

Pemakaian kata literature untuk segala sesuatu yang berbentuk tulisan dapat bertahan lama di Eropa oleh karena pembedaan bahan tulisan yang bernilai estetik dari tulisan lain baru mulai menjadi umum pada abad ke -18. Hal ini berhubungan dengan belum terpisahnya fungsi estetik dari fungsi-fungsi lain sebelum abad ke -18.

Pemakaian literature dalam arti yang begitu luas ada pula akibatya untuk penelitian sastra bangsa-bangsa Timur oleh sarjana Barat. Sebab umumnya literature untuk bahasa-bahasa Timur dipakai juga dalarm arti: bahan tertulis, lepas dari pokok dan isi bahan semacam itu. Jadi buku pegangan yang terkenal mengenai sastra Sanskrit karangan Winternit, Geschichte der Indischen Literatur, atau Brockelmann, Geschichte derArabischen Literatur, selain merupakan sejarah sastra dalam arti yang terbatas,membicarakan pula tulisan mengenai ilmu tata bahasa, kedokteran, falak, ilmu pasti dan lain lain. Sudah tentu hal itu juga diakibatkan oleh karena yang dapat membaca dan meneliti bahan tulisan ini di dunia hanya para orientalis yang biasanya, selain mempunyai latar belakang filologi, menaruh minat pula terhadap kebudayaan dalam arti yang seluas-luasnya. Kemampuan bahasa dan filologi mereka menjadi jembatan pembuka jalan ke bidang-bidang ilmu pengetahuan Timur secara umum dan luas.

Hal yang sama terjadi di bidang sasfra Indonesia. Kedua buku paling berwibawa mengenai sastra Melayu dan Jawa, masing-masing karangan Winstedt, History of Classical Malay Literature, dan Pigeaud, Literature of Java, meliputi tulisan Melayu dan Jawa dalam arti yang luas, jadi lingkupnya jauh lebih luas daripada hanya belles-lettres. Winstedt misalnya membicarakan juga di bidang teologi Islam, mengenai hukum dan undang-undang, dan karangan sejarah, sedangkan buku menyediakan kerangka untuk katalog naskah dalam bahasa Jawa yang memang meliputi segala macam tulisan, tidak hanya yang bersifat sastra dalam arti yang sempit. Dan di samping serta di belakang alasan formal dan praktis terselubung masalah yang lebih asasi, yakni bagaimana membedakan sastra dalam arti terbatas (Dichtung Jerman) dari tulisan dalm arti yang luas? Apakah ada alasan yang jelas dan kuat untuk mengatakan bahwa Sejarah Melayu adalah buku sejarah dan bukan sastra, demikian pula karangan Ar-Raniri, Babad Tanah Jawi, Serat Wedatama, dan lain-lain? Masalah ini akan dibicarakan kemudian di postingan selanjutnya.

Demikian tulisan berkenaan tentang sastra yang bisa dipaparkan. Semoga dapat membantu dan bermanfaat dalam mempelajari kesastraan Indonesia.

Salam Indonesia Raya,
Salam Pesak Sastra...

Kami sepakat, bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang indah, yang Tuhan ciptakan...