Selamat siang sobat pecinta Bahasa dan Sastra Indonesia...
Semoga masih dalam keadaan sehat wal'afiat...
Pada kesempatan ini saya akan menuliskan penjelasan tentang pengkajian puisi dan pengertian puisi. Ya, barangkali saja sobat semua sedang mencari tulisan berkenaan judul diatas, saya akan paparkan semuanya. Tulisan ini bersumber dari sumber terpercaya. Saya membagi menjadi 3 bagian judul. Jadi, pada kesempatan ini, saya akan menuliskan bagian 1 nya.
Ya langsung saja, tanpa panjang lebar saya bermuqodimah, sobat bisa menyimak penjelasannya dibawah ini.
PENGKAJIAN
Puisi sebagai salah sebuah karya seni sastra dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang tersusun dari berbagai macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Dan juga puisi dikaji jenis-jenis atau ragam-ragamnya, mengingat bahwa adanya ragam puisi. Begitu juga, puisi dapat dikaji dari sudut kesejarahannya, mengingat bahwa sepanjang sejarahnya, dari masa ke masa puisi selalu ditulis dan selalu dibaca orang. Sepanjang zaman selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Hal ini dikarenakan pada hakikatnya sebagai karya seni yang selalu terjadi ketegangan antara konvensi dan pembaharuan (inovasi). Puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan perubahan konsep estetiknya.
Meskipun demikian, orang tidak akan dapat memahami puisi secara sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya estetis yang bermakna, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa bermakna. Oleh karena itu, sebelum mengkaji aspek-aspek yang lain, diperlukan terlebih dahulu untuk mengkaji puisi sebagai sebuah struktur yang bermakna dan bernilai estetis.
PUISI DAN PENGERTIANNYA
Meskipun sampai sekarang orang tidak dapat memberikan definisi yang tepat tentang puisi, tetapi untuk memahaminya perlu diketahui ancar-ancar sekitar pengertian puisi. Secara intuitif orang dapat mengerti apakah puisi berdasarkan konvensi wujud puisi, tetapi sepanjang sejarahnya wujud puisi selalu berubah seperti yang telah dikemukakan di atas.
Diwaktu sekarang, sering orang tidak dapat membedakan antara puisi dan prosa jika hanya melihat bentuk visualnya sebagai karya tulis.
Misalnya sajak Sapardi Djoko Damono.
AIR SELOKAN
"Air yang di selokan itu mengalir dari rumah sakit", katamu pada suatu hari minggu pagi. Waktu itu kau berjalan-jalan bersama istrimu yang sedang mengandung—ia hampir muntah karena bau sengit itu.
Dulu di selokan itu mengalir pula air yang digunakan untuk memandikanmu waktu kau lahir: campur darah dan amis baunya.
Kabarnya tadi sore mereka sibuk memandikan mayat di kamar mati.
+
Senja ini ketika dua orang anak sedang berak di tepi selokan itu, salah seorang tiba-tiba berdiri dan menuding sesuatu: "Hore, ada nyawa lagi terapung-apung di air itu—alangkah indahnya!" Tapi kau tak mungkin lagi menyaksikan yang berkilau-kilauan hanyut di permukaan air yang anyir baunya itu, sayang sekali.
(Perahu Kertas, 1983: 18)
Dan cerpen Eddy D. Iskandar.
NAH
Nah, karena suatu hal, maafkan Bapak datang terlambat. Nah, mudah-mudahan kalian memaklumi akan kesibukan Bapak. Nah, tentang pembangunan masjid ini yang dibiayai oleh kalian bersama, itu sangat besar pahalanya. Nah, Tuhan pasti akan menurunkan rahmat yang berlimpah ruah. Nah, dengan berdirinya masjid ini, mereka yang melupakan Tuhan, semoga cepat tobat. Nah, sekianlah sambutan Bapak sebagai sesepuh.
(Nah, ternyata ucapan suka lain dengan tindakan. Nah, ia sendiri ternyata suka kepada uang kotor dan perempuan. Nah, bukankah ia termasuk melupakan Tuhan? Nah, ketahuan kedoknya).
(Horison, Th. Xl, Juni 1976: 185)
Sapardi Djoko Damono memaksudkan tulisannya itu sebagai puisi, sedangkan Eddy D. Iskandar memaksudkannya sebagai cerita pendek atau prosa. Akan tetapi, bila hanya dilihat bentuk lahirnya, bentuk visualnya, dan cara menulisnya, maka tidak ada bedanya dan sama-sama bentuknya bebas.
Bahkan, karena bentuk atau ciri visual tidak dapat membedakan prosa dan puisi, maka pada waktu sekarang niat pembacalah yang menjadi ciri sastra yang utama, termasuk dalamnya puisi, kalau tidak satu-satunya ciri (Teeuw, 1983: 6; Culler, 1977: 138); ini mengingat bahwa pembacalah yang memberi makna.
Di jenjang SMA, puisi biasa didefinisikan sebagai karangan yang terikat, sedangkan prosa adalah bentuk karangan bebas (Wirjosoedarmo, 1984: 51). Misalnya dikemukakan Wirjosoedarmo tersebut, puisi itu karangan yang terikat oleh:
karangan);
2. Banyak kata dalam tiap baris;
3. Banyak suku kata dalam tiap baris;
4. Rima; dan
5. Irama.
Dari contoh diatas, jelaslah definisi Wirjosoedarmo tersebut sudah tidak cocok lagi dengan wujud puisi zaman sekarang.
Yang berikut ini definisi Altenbernd (1970: 2), puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama (bermetrum) (as the interpretive dramatization of experience in metrical language).
Bila metrical language itu diterjemahkan sebagai "bahasa yang metris" (bermetrum), maka tentulah arti ini tidak tepat (untuk puisi Indonesia) sebab puisi Indonesia dapat dikatakan tidak metrum sebagai dasar, Bila kata metrical diterjemahkan sebagai irama yang umun (rhythm-ritme), maka definisi ini masih mungkin diterima. Tetapi prosa pun kadang-kadang berirama juga meskipun tidak sekuat irama puisi, misalnya saja cerpen-cerpen Danarto.
Shahnon Ahmad (1978: 3) mengumpulkan definisi-definisi pulisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris, Samuel Taylor Coleridge mengemukukakan puisi itu adalah kata-kata yang trindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat hubungannya, dan sebagainya. Carlyle berkata, puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal.
Penyair dalam menciptakan puisi itu memikirkan bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestrasi bunyi.
Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan sedangkan Dunton berpendapat bahwa yang bercampur-baur, sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya sclaras, simetris, pemilihan katanya tepat, dan sebagainya) dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturut-turut secara teratur).
Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup kita. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat, seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya itu merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Jadi dari definisi-definisi tersebut terlihat adanya perbedaan-perbedaan pikiran mengenai pengertian puisi.
Demikianlah paparan pengkajian puisi dan pengertian puisi bagian 1 yang bisa dipaparkan. Semoga dapat membantu dan bermanfaat.