3/24/2018

Pengkajian Puisi dan Pengertian Puisi - Bagian 2

Selamat malam sobat pecinta Bahasa dan Sastra Indonesia...
Semoga masih dalam keadaan semangat dan optimis...

Pada kesempatan ini saya akan menuliskan keterusan dari tulisan sebelumnya, tentang pengkajian puisi dan pengertian puisi. Tulisan ini ini adalah bagian ke 2 nya. Barangkali saja sobat sedang mencari tulisan ini, saya akan kembali memaparkannya.

Baca juga :
Pengkajian Puisi dan Pengertian Puisi

Langsung saja...

Pengkajian Puisi dan Pengertian Puisi

Shahnon Ahmad (1978: 3 - 4) mengemukakan bahwa bila unsur-unsur dari pendapat-pendapat itu dipadukan, maka akan didapat garis-garis besar tentang pengertian puisi yang sebenarnya. Unsur-unsur tersebut berupa: emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindra, susunan kata, kata-kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur. Disitu dapat disimpulkan ada tiga unsur yang pokok.

1. Hal yang meliputi pemikiran, ide, atau emosi.
2. Bentuknya.
3. Kesannya.

Semuanya itu terungkap denganmedia bahasa. Jadi, puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi pancaindra dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberi kesan. Puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesana.

Slametmuljana mengemukakan (1956:112), ia mengutip definisi A. W. de Groot dalam bukunya Algemene Versleer, sebagai berikut:
Perbedaan pokok antara prosa dan puisi:

1. Kesatuan-kesatuan korespondensi prosa yang pokok ialah kesatuan sintaksis; kesatuan korespondensi puisi resminya - bukan kesatuan sintaksis - kesatuan akustis.
2. Di dalam puisi korespondensi dari corak tertentu, yang terdiri dari kesatuan-kesatuan tertentu pula,
meliputi seluruh puisi dari semula sampai akhir. Kesatuan ini disebut baris sajak.
3. Di dalam baris sajak ada periodisitas dari mula sampai akhir.

Segala ulangan susunan baris sajak yang nampak di baris lain dengan tujuan menambah kebagusan sajak, itulah yang dimaksud dengan korespondensi (Slametmuljana, 1956: 113). Kebanyakan tiap baris sajak terdiri dari bagian-bagian yang susunannya serupa. Bagian disebut periodus. Jadi, kumpulan jumlah periodus itu merupakan baris sajak. Dengan kata lain, periodus itu adalah pembentuk baris sajak menurut sistem, sedangkan periodisitas itu adalah sistem susunan bagian baris sajak (Slametmuljana, 1956:112, 113).

Perbedaan seperti itu hanya tampak jelas dalam puisi lama, sedang pada puisi baru tidak dapat diterapkan dengan tepat. Di bawah ini dapat dilihat korespondensi dan periodisitas dalam sajak Pujangga Baru, dengan contoh sajak Rustam Effendi (1953: 28).

BURAN BETA BIJAK BERPERI

Bukan beta / bijak berperi,
pandai mengubah / madahan syair;
Bukan beta / budak Negeri;
mesti menurut / undangan mair.

Sarat saraf / ya mungkiri,
untaian rangkaian / seloka lama;
Beta buang / beta singkiri,
sebab laguku / menurut sukma.

Susah sungguh / saya sampaikan,
degap degupan / di dalam kalbu.
Lemah laun / lagu dengungan,
matnya digamat / rasaian waktu.

Sering saya / susah sesaat,
sebab madahan / tidak nak datang.
Sering saya / sulit menekat,
sebab terkurang / lukisan mamang.

Bukan beta / bijak berlagu,
dapat melemah / bingkaian pantun,
Bukan beta / berbuat baru,
hanya mendengar / bisikan alun.

Dalam sajak diatas korespondensi berupa pembaitan, tiap bait terdiri dari 4 baris dan tiap baris terdiri dari dua satuan sintaktis (kelompok kata atau gatra) dari bait pertama sampai ke bait terakhir. Korespondensi dari awal bait, baris pertama sampai ke akhir bait, baris terakhir: susunannya serupa.

Periodisitas sajak tersebut juga dari awal baris bait pertama sampai ke akhir baris bait terakhir; yaitu tiap baris terdiri dari dua periodus, tiap periodus terdiri dari dua kata. Jadi, dalam sajak ini yang berkorespondensi adalah periodisitasnya dan juga jumlah baris pada tiap baitnya berulang: 4 - 4.

Pada umumnya dapat dikatakan lebih dari 90% atau bahkan 95%, sajak-sajak Pujangga Baru berkorespondensi dan berperiodisitas teratur seperti itu. Sifat-sifat seperti itu tampak jelas pada puisi lama (pantun dan syair) serta puisi Pujangga Baru pada umumnya. Akan tetapi, bagaimanakah keadaan sajak-sajak sesudah Pujangga Baru? Misalnya sajak Chairil Anwar di bawah ini.

HAMPA
kepada Sri

Sepi di luar. Sepi menekan-mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut.
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencengkung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
(Deru Campur Debu, 1959: 8)


Dalam sajak ini masih sedikit tampak korespondensi yang berupa persamaan susunan baris; tiap baris terdiri dari dua satuan sintaktis, begitu juga periodisitasnya, hanya saja tidak ajeg. Baris-baris ada yang hanya satu periodus, ada yang tiga periodus, tetapi mayoritas dua periodus, yang lain dari periodus Pujangga Baru. Dalam sajak Chairil tersebut pada umumnya periodus berupa kalimat-kalimat pendek.

Demikianlah paparan pengkajian puisi dan pengertian puisi - bagian 2 yang bisa dipaparkan. Semoga dapat membantu dan bermanfaat.

Kami sepakat, bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang indah, yang Tuhan ciptakan...